BENARKAH MENCIUM TANGAN DAN SUNGKEMAN BID’AH? (JILID 2)

Oleh : Abu Akmal Mubarok

Image

Hadits-Hadits Tentang Mencium Tangan Yang Dla’if

Memang ada beberapa hadits tentang mencium tangan yang derajatnya dla’if. Namun kita tidak boleh secara berat sebelah hanya mengutip hadits-hadits yang dla’if-dlaif saja dalam rangka membenarkan kecenderungan kita yang mem-bid’ah-kan perbuatan mencium tangan dan sungkeman.

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Abu Ziyad, bahwa Abdurrahman bin Abu Laila telah menceritakan kepadanya bahwa Abdullah bin Umar berkata : “…kemudian kami duduk menunggu Rasulullah s.a.w. sebelum Shalat Subuh. Kemudian tatkala beliau keluar maka kami berdiri menuju kepadanya dan kami katakan; kami adalah orang-orang yang melarikan diri (dari peperangan). Lalu beliau menghadap kepada kami dan berkata: “Tidak, melainkan kalian adalah orang-orang yang kembali berperang.” Ibnu Umar berkata; kemudian kami mendekat dan mencium tangan beliau s.a.w. Lalu beliau s.a.w. berkata: “Kami adalah kelompok orang-orang muslimin (bukan kafir / murtad).” (H.R. Abu Daud No. 2276)

Hadits ini dla’if karena Yazid bin Abi Ziyad dikatakan laisa bi qowiy (tidak kuat) oleh Yahya bin Ma’in, An-Nasa’i dan Abu Hatim, sedangkan Ibnu Hajar Asqolani, Abu Sa’d dan Abu Qoni mengatakan ia perawi yang dla’if. Alasan jahr (cacat) nya menurut Adz-Dzahabi karena ia tertuduh beraliran syi’ah.

Hadits yang juga didla’ifkan karena diriwayatkan juga oleh Yazid bin Abi Ziyad adalah :

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus berkata, telah menceritakan kepada kami Zuhair berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Abu Ziyad bahwa ‘Abdurrahman bin Abu Laila menceritakan kepadanya bahwa Abdullah bin Umar menceritakan kepadanya…lalu ia menyebutkan kisahnya. Ia berkata, “Kami mendekat kepada Nabi s.a.w., lalu kami mencium tangannya.” (H.R. Abu Daud No. 4546)

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudlail dari Yazid bin Ziyad dari Abdurrahman bin Abu Lailai dari Ibnu Umar, bahwa ia pernah mencium tangan Nabi s.a.w.” (H.R. Ahmad No. 4520 dan Ibnu Majah No. 3694)

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ishaq telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dari Humaid berkata, saya mendengar Anas bin Malik berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda, “Besok akan datang kaum yang mereka sangat kuat hatinya terhadap Islam daripada kalian.” Maka orang-orang Asy’ariyin datang, di antara mereka terdapat Abu Musa al-Asy’ari, tatkala mendekati Madinah, mereka langsung menyanyikan: ‘Besok kita menjumpai yang kita cintai, Muhammad dan kelompoknya’, tatkala nabi dan sahabatnya tiba, mereka saling berjabatan tangan dan merekalah manusia pertama-tama melakukan jabat tangan. (H.R. Ahmad No. 12122) Hadits ini dla’if karena Yahya bin Ayyub dinyatakan laisa bi qowiy (tidak kuat) oleh Nasa’i dan Imam Ahmad bin Hanbal yang meriwayatkan hadits ini pun mengatakan bahwa ia buruk hafalannya.

Dari Jabir r.a. sesungguhnya Umar mencium tangan Nabi s.a.w. “(H.R. Ibnu Al-Muqri).

Dari Usamah bin Syarik mengatakan: “Kami menyambut Nabi s.a.w. dan kami mencium tangannya.” (H.R. Ibnu Al Muqri, Kata Al Hafizh: Sanadnya kuat.”)

Larangan Membungkukkan Badan

Sebagian orang yang berpendapat tidak boleh mencium tangan guru atau kyai berdasarkan hadits yang melarang membungkukkan badan untuk melakukan penghormatan :

Dari Anas bin Malik, Kami bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, apakah sebagian kami boleh membungkukkan badan kepada orang yang dia temui?”. Rasulullah s.a.w. bersabda, “Tidak boleh”. Kami bertanya lagi, “Apakah kami boleh berpelukan jika saling bertemu?”. Nabi bersabda, “Tidak boleh. Yang benar hendaknya kalian saling berjabat tangan” (H.R Ibnu Majah No. 3702) Hadits ini dinilai berderajat hasan oleh Nashiruddin Al-Albani.

Sedangkan orang yang mencium tangan guru atau kyai itu pasti membungkukkan badan. Tidak mungkin mencium tanpa membungkukkan badan. Hadits ini pada asalnya adalah larangan membungkukkan badan namun mengena juga menjadi larangan mencium tangan.

Namun yang dilarang di situ adalah jika semata-mata membungkukkan badan menghormatinya dan bukan membungkukan badan dalam rangka mencium tangan. Karena yang jelas terdapat hadits-hadits yang berderajat hasan yang menceritakan para sahabat mencium tangan bahkan mencium kaki Rasulullah s.a.w. dan beliau tidak melarang atau mengecamnya :

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Isa bin Ath Thabba’ berkata, telah menceritakan kepada kami Mathar bin ‘Abdurrahman Al A’naq berkata, telah menceritakan kepadaku Ummu Aban bintil Wazi’ bin Zari’ dari kakeknya Zari’ saat itu ia sedang bersama rombongan utusan Abdu Qais, ia berkata, “Ketika kami tiba di Madinah, kami saling berlomba memacu kendaraan kami, lalu kami mencium tangan dan kaki beliau s.a.w.” (H.R. Abu Daud No. 4548) Nashiruddin Al-Albani smengatakan hadits ini hasan.

Pada hadits di atas jelas sekali dinyatakan mereka mencium tangan Nabi s.a.w. bahkan mencium kaki Nabi s.a.w. dan tak ada isyarat kecaman atau larangan dari Nabi s.a.w. atas perbuatan ini. Maka perbuatan mencium kaki Nabi s.a.w. itu pastilah dilakukan dengan membungkukkan badan atau berjongkok. Tidak mungkin Nabi s.a.w. yang mengangkatkan kakiknya ke atas agar bisa dicium oleh orang.

Lalu apakah mencium tangan dan kaki itu dapat dilakukan tanpa membungkukkan badan? Jika Anda membenarkan ada hadits shahih dimana Rasulullah s.a.w. membenarkan perbuatan mencium tangan bahkan mencium kaki, kemudian di sisi lain dilarang membungkukkan badan berarti Anda menyangka Rasulullah s.a.w. lah yang mengangkat tangannya ke atas dan mengangkat kakinya ke atas agar orang itu bisa mencium tanpa membungkukkan badan. Tentu ini adalah sesuatu yang tidak masuk akal.

Maka penjelasan yang dapat diterima antara kedua hadits yang saling ikhtilaf di atas adalah bahwa Rasulullah s.a.w. melarang menghormati orang dengan membungkukkan badan ansich namun cukup bersalaman saja. Namun dibolehkan bersalaman itu sambil mencium tangan dengan niat sebagai penghormatan dan bukan pengkultusan.

Demikian pula dengan tradisi sungkeman kepada orang tua ketika Lebaran maka hal itu sesuatu yang boleh-boleh saja dan baik-baik saja asalkan dengan niat sebagai penghormatan kepada orang tua. Saya rasa tidak ada orang yang berniat melakukan sungkeman dalam rangka menyembah atau mengkultuskan orang tua. Memang hal ini tidak ada pada jaman Rasulullah s.a.w. namun sebagaimana juga makan ketupat dan sayur opor ayam juga tidak ada pada jaman Rasulullah s.a.w.

Pendapat Bahwa Hadits Mencium Tangan Itu Khusus Kepada Nabi s.a.w.

Sebagian ada yang menyanggah dibolehkannya mencium tangan dengan alasan bahwa penghormatan mencium tangan seperti itu dibolehkan hanya khusus kepada Rasulullah s.a.w. saja. Karena beliau pantas mendapat penghormatan demikian. Karena beliau adalah sebaik-baik manusia. Sedangkan manusia pada masa kini (walaupun orang tua dan guru) tidak pantas mendapat penghormatan sedemikian itu.

Maka di sini kami katakan bahwa alasan tersebut tidak bisa diterima karena para sahabat pun melakukan penghormatan serupa kepada sesama sahabat yang lainnya :

“Ali bin Abi Thalib r.a. mencium tangan dan kaki Abbas r.a. “ (Paman dari Ali bin Abi Thalib r.a.) (Atsar R. Bukhari dalam Adabul Mufrod No. 976)

Dari Ibnu Jad’an ia berkata kepada Anas bin Malik r.a : “Apakah engkau pernah memegang Nabi dengan tanganmu ini ?. Anas bin Malik r.a. berkata : ya, lalu Ibnu Jad’an mencium tangan Anas tersebut. (H.R. Bukhari dan Ahmad)

Dari Abi Malik al-Asyja’i berkata : saya berkata kepada Ibnu Abi Aufa r.a. “Ulurkan tanganmu yang pernah engkau membai’at Rasul sa.w. dengannya, maka ia mengulurkannya dan aku kemudian menciumnya.” (H.R. Ibnu Al-Muqri).

“Abu Ubaidah mencium tangan Umar ketika datang dari Syam “ (H.R. Sufyan dalam Al Jamii’ & disebutkan oleh Al-Hafizh dalam Al Fath tanpa komentar)

Ketika Zaid bin Tsabit r.a. selesai menyalatkan jenazah, seseorang mengambil kuda beliau. Abdullah bin Abbas r.a. mengambil alih dari orang itu, lalu memegang kendali kuda itu dan menuntunnya untuk diserahkan kepada pemiliknya. Lalu Zaid bin Tsabit r.a. berkata kepada beliau, “Wahai, sepupu Rasulullah, mengapa engkau berbuat demikian?” Beliau menjawab, “Beginilah kami diperintah untuk menghormati para ulama kami.” Zaid bin Tsabit r.a. segera mencium tangan beliau dan berkata, “Beginilah kami diperintah untuk memuliakan ahlul bait Rasulullah s.a.w.” (H.R. At Thabari & Ibn Al Maqri. disebutkan dalam Faidul Qadir Juz 3 hal 253)

Berkata Ibnu Hajar Asqolani : “Dan dikatakan oleh Al Abharii bahwa Abu Ubaidah r.a. mencium tangan Umar ra ketika datang. Dan Zaid bin Tsabit r.a. mencium tangan Ibn Abbas ra ketika Ibnu Abbas r.a. memegang tali kudanya” (Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari oleh Ibn Hajar Asqalani Bab Al Akhdz bilyadain Juz 8 hal 1).

Maka jelaslah di sini bahwa kadang kala para sahabat pun mencium tangan dan kaki sahabat lainnya. Sehngga tidak benar anggapan bahwa mencium tangan dan sungkeman (mencium lutut atau kaki) adalah hal yang bid’ah atau bertentangan dengan syari’at Islam.

(Bersambung)

BENARKAH MENCIUM TANGAN DAN SUNGKEMAN BID’AH? (JILID 2)

2 thoughts on “BENARKAH MENCIUM TANGAN DAN SUNGKEMAN BID’AH? (JILID 2)

  1. dwi says:

    assalamu’alaikum.. afwan jilid 3 nya ada…?

Leave a reply to Sun Tangan dan pergeseran budaya | cepsetiawan Cancel reply