PUASA SUNAH BULAN RAJAB BID’AH ATAU SUNNAH? (JILID 1)

PUASA SUNAH BULAN RAJAB BID’AH ATAU SUNNAH? (JILID 1)

Oleh : Abu Akmal Mubarok

 Image

Masalah puasa bulan rajab menjadi salah satu kesimpangsiuran di antara umat, ada yang bilang puasa itu disunnahkan dengan dalil hadits yang sangat banyak, ada yang bilang makruh,  sementara ada yang berpendapat semua hadits tentang puasa bulan rajab adalah dla’if.  Benarkah  semua hadits tentang puasa bulan rajab adalah dla’if? Dan kalaupun dla’if dari sudut mana kedla’ifannya? Apakah dari segi sanadnya ? Kelemahan (ketidak tsiqahan) perawinya? Terkadang satu hadits yang sama bisa datang dari beberapa jalur yang berlainan. Jalur yang satu dla’if sedangkan jalur yang lain belum tentu dla’if.

Dalam forum ini kami menghindari kesimpulan dengan pukul rata atau menggeneralisir persoalan. Kami juga tidak menyukai menyederhanakan masalah dengan langsung mengambil pendapat ini boleh atau ini tidak boleh. Kami tidak menyukai menyajikan sesuatu secara instan, ini haram dan halal. Kami tidak mau menganggap orang lain bodoh dengan tanpa menguraikan alasannya atau menutup informasi mengenai perbedaan pendapat antara yang membolehkan dan yang mengharamkan, antara yang  menganggap ini sunnah dan ini bid’ah.

Maka perlu dipahami bahwa kebanyakan masalah fiqih tidak terlepas dari perbedaan pendapat di kalangan ulama, dan hal ini bukanlah sesuatu yang tercela karena perbedaan itu dikarenakan beda penafsiran, beda dalam metoda menimbang ke-dla’if-an (kelemahan) sebuah hadits. Terkadang ulama A menyatakan hadits ini dla’if sementara yang lain tidak. Kita harus mengetahui alasan dia mendla’ifkan dan alasan lain yang menguatkan.

Metoda menyajikan apa adanya ini memang sedikit merepotkan dan panjang lebar. Namun kami yakin cara ini kita bisa saling menghormati perbedaan yang  timbul  dalam lapangan fiqih. Karena dengan memahami latar belakang berfikir seseorang, kita bisa memakluminya dan mengukur kewajarannya. Dengan cara ini pula insya Allah akan terjaga persatuan umat.

Dalam kesempatan ini kami hanya sampaikan beberapa  hadits tentang puasa Rajab sedangkan sebenarnya padahal hadits tentang puasa bulan rajab ini bisa jadi masih sangat banyak, maka inilah beberapa hadits-hadits tentang puasa bulan rajab :

A.       Hadits Hadits Yang Meriwayatkan Mulianya Bulan Rajab

Rasulullah s.a.w. bersabda : “Puasalah pada bulan ramadhan, tiga hari setelahnya dan pada bulan haram (yaitu Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharam (H.R. Ibnu Majah No. 1731)

Bulan Rajaba adalah salah satu dari 4 bulan haram yang telah diketahui umat Islam sejak dahulu. Maka tidak bisa disangkal jika bulan Rajab adalah bulan yang istimewa.

Telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah mengabarkan kepadaku Abdul Karim dari Habib bin Mikhnaf. Ia berkata : “Aku menemui Nabi s.a.w. di hari Arafah, lalu beliau bertanya; “Tahukah kalian?.” Dia berkata; ‘Aku tidak mengerti apa yang mereka kembalikan.” Rasulullah s.a.w. bersabda:Hendaklah setiap rumah menyembelih seekor kambing di setiap bulan Rajab dan hari Adha (Dzulhijjah) seekor kambing juga.”  (H.R. Ahmad No. 19804) Semua perawi hadits ini tsiqoh

Hadits di atas adalah hadits shahih yang meriwaytkan bahwa Rasulullah s.a.w. memerintahkan memuliakan bulan Rajab dengan menyembelih seekor kambing sebagaimana hari “Idul Adha”. Maka tak ada penolakan untuk memuliakan bulan Rajab.

B.       Hadits Hadits Yang Meriwayatkan Adanya Puasa Bulan Rajab

1.     Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma’il, telah menceritakan kepada kami Hammad dari Sa’id Al-Jurairi dari Abu Asalil, dari Mujibah Al Bahili, dari ayahnya atau pamannya, bahwa ia datang kepada Rasulullah s.a.w., kemudian pergi. Kemudian ia datang lagi setelah satu tahun dan penampilannya telah berubah, lalu ia berkata : “ Wahai Rasulullah apakah engkau mengenalku?” Beliau berkata : “Siapa kamu?”. Ia berkata : “Saya adalah Al-Bahili yang telah datang kepada engkau setahun yang lalu?” Beliau berkata : “Apakah yang telah mengubah penampilanmu?” Ia berkata saya tidak makan kecuali pada malam hari sejak berpisah dengan mu”. Lalu Rasulullah s.a.w. bersabda : “Kenapa engkau menyiksa dirimu? Berpuasalah pada bulan yang penuh kesabaran (Ramadhan) dan satu hari setiap bulan”. Ia (Bahili) berkata : “Tambahkanlah untukku, karena sesungguhnya aku kuat”. Beliau bersabda : “Berpuasalah dua hari”  Ia (Bahili) berkata : “Tambahkanlah untukku”. Beliau bersabda : “Berpuasalah pada sebagian bulan hurum (4 bulan haram yaitu Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharam)” Beliau s.a.w. mengatakan sambil memberi isyarat dengan tiga jari, beliau menggenggamnya kemudian membukanya. (H.R. Abu Daud No. 2073)

Hadits ini didla’if kan oleh Nashiruddin Al-Albani karena Sa’id bin iyas atau Al Jura’ri menurut Abi Hatim dan Ibnu Hajar Asqolani : ia berubah hafalannya (mukhtalit) sebelum meninggal. Al-Haitsami dalam Majma’uz Zawaid mengatakan Said bin Iyas adalah rawi yang diperbincangkan . Namun An-Nasa’i, Yahya bin Ma’in, dan Al-‘Ajli  menyatakan Sa’id adalah kalangan tabi’in dan perawi yang tsiqah (terpercaya).

Maka dapat kita simpulkan pendla’ifan hadits di atas adalah karena Sa’id bin Iyas atau Al Jurari yang berubah hafalannya sebelum meninggal. Namun kita tidak tahu hadits ini disampaikan ketika Sa’id bin iyas masih muda atau ketika sudah pikun? Sedangkan banyak ahli hadits lainnya seperti An-Nasa’i, Yahya bin Ma’in, dan Al-‘Ajli  men-tsiqoh-kan nya..

Dalam kitab Ma’rifatus Tsiqat, Jilid I Hal 394, diterangkan,’ Sa’id bin Iyas Al Jurairi, adalah seorang rawi yang tsiqat (terpercaya), tetapi mukhtalit (berubah hafalannya karena pikun) pada ahir hayatnya. Orang yang meriwayatkan setelah beliau mukhtalith adalah : 1. Yazid bin Harun. 2. Ibnu Mubarak. 3. Ibnu Adi 4. Syadad. Sedang orang meriwayatkan sebelum beliau muhktalith adalah : 1. Hamad bin Salamah 2. Ismail bin Ulayah. 3. Abdul ‘Ala 4. Sufyan. Dan yang paling shahih di antara mereka tentang pengambilan hadits dari Sa’id sebelum muhktalith (berubah hafalannya) adalah Sufyan dan Syu’bah. Lalu kita lihat pada sanad hadits di atas Hammad lah yang mendengar hadits dari Sa’id, berarti hadits ini diriwayatkan sebelum Sa’id berubah hafalannya.

Imam al-Nawawi berkata dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab(6/439): “Nabi s.a.w.menyuruh laki-laki tersebut berpuasa dalam bulan-bulan haram tersebut dan meninggalkan puasa di sebagian yang lain, karena berpuasa bagi Al-Bahili tersebut memberatkan fisiknya. Adapun bagi orang yang tidak merasa berat, maka berpuasa satu bulan penuh di bulan-bulan haram (Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharam) adalah keutamaan.” (Zakariya al-Anshari dalam Asna Al-Mathalib Jilid 1 hal 433 dan Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Fatawa-nya Jilid 2 hal. 53).

Kesimpulannya : Hadits ini dla’if menurut Nashiruddin Al-Albani, namun pendla’ifannya masih bisa diperdebatkan, karena Hammad mengambil hadits dari Sa’id bin iyas Al Jurairi ketika Sa’id belum mukhtalit (berubah hafalannya).

2.     Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah, berkata telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Sufyan dari Al-Jurairi dan Abu As-Salil dari Abu Mujibah Al Bahili dari Bapaknya atau dari Pamannya, ia berkata : “Aku mendatangi Nabi s.a.w, lalu berkata : “Wahai Nabiyullah aku adalah orang yang mendatangimu pada tahun pertama”. Nabi s.a.w. bersabda : “kenapa aku melihat tubuhmu menjadi kurus?” Ia menjawab : Wahai Rasulullah aku tidak makan di siang hari dan aku makan di malam hari”. Beliau menjawab : “Siapa yang memerintahkanmu untuk menyiksa diri?” Aku menjawab : “Wahai Rasulullah, tapi aku mampu”. Beliau bersabda : “Berpuasalah pada bulan sabar (Ramadhan) dan dua hari setelahnya (syawal)” Aku berkata : “Sesungguhnya aku masih kuat”. Beliau bersabda : “Puasalah pada bulan ramadhan, tiga hari setelahnya dan pada bulan haram (yaitu Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharam (H.R. Ibnu Majah No. 1731)

Hadits ini didla’if kan oleh Muh. Nashiruddin Al-Albani karena Sa’id bin iyas atau Al Jura’ri menurut Abi Hatim dan Ibnu Hajar Asqolani : berubah hafalannya sebelum meninggal. Namun An-Nasa’i, Yahya bin Ma’in, dan Al-‘Ajli  menyatakan Sa’id adalah kalangan tabi’in dan perawi yang tsiqah (terpercaya).

Dalam kitab Ma’rifatus Tsiqat, Jilid I Hal 394, diterangkan,’ Sa’id bin Iyas Al Jurairi, adalah seorang rawi yang tsiqat (terpercaya), tetapi mukhtalit (berubah hafalannya karena pikun) pada akhir hayatnya. Orang yang meriwayatkan setelah beliau mukhtalith adalah : 1. Yazid bin Harun. 2. Ibnu Mubarak. 3. Ibnu Adi , 4 Syadad. Sedang orang meriwayatkan sebelum beliau muhktalith adalah : 1. Hamad bin Salamah 2. Ismail bin Ulayah. 3. Abdul ‘Ala 4. Sufyan. Dan di antara mereka yang pernah mengambil hadits dari Sa’id sebelum muhktalith (berubah hafalannya) yang dianggap paling shahih riwayatnya adalah Sufyan dan Syu’bah.

Kesimpulannya : Hadits ini dla’if menurut Al-Albani, namun masih bisa diperdebatkan karena kita lihat sanad hadits ini dari Sufyan mendengar hadits dari Sa’id, dan menurut kitab Ma’rifatus Tsiqat, Sufyan telah mengambil hadits ini dari Sa’id bin Iyas Al-Jurairi sebelum ia mukhtalit (berubah hafalannya).

3.     Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa telah menceritakan kepada kami Isa, telah menceritakan kepada kami Utsman bin Hakim ia berkata : “Saya bertanya kepada Sa’id bin Jubair mengenai puasa rajab ia berkata telah telah mengabarkan kepadaku Ibnu Abbas bahwa Rasulullah s.a.w. pernah berpuasa hingga kami mengatakan beliau tidak berbuka. Dan beliau (juga pernah) berbuka hingga kami katakan beliau tidak berpuasa” (H.R. Abu Daud No 2075 dishahihkan oleh Albani)

Kesimpulannya : Hadits ini dishahihkan oleh Al-Bani namun Ibnu Abbas r.a. menyatakan bahwa Rasullah s.a.w. pernah berpuasa pada bulan rajab namun juga pernah tidak berpuasa pada bulan rajab. Bagi orang yang cenderung berpendapat puasa bulan Rajab adalah bid’ah beralasan hadits ini menunjukkan keraguan Ibnu Abbas r.a. apakah Rasulullah s.a.w. berpuasa atau tidak di bulan rajab. Sedangkan bagi yang setuju puasa bulan Rajab menunjukkan memang puasa bulan Rajab adalah sunnah dan bukan kewajiban maka dari itu Rasulullah s.a.w. pernah berpuasa dan pernah juga tidak berpuasa pada bulan Rajab.

4.  Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ubaid telah menceritakan kepada kami Utsman bin Hakim ia berkata : “aku bertanya kepada Sa’id bin Jubair mengenai puasa rajab: bagaimana pendapatmu soal ini?” Ia berkata telah berkata Ibnu Abbas r.a. : “Bahwa Rasulullah s.a.w. melaksanakan puasa hingga kami mengatakan beliau tidak berbuka dan jika berbuka kami katakan beliau tidak pernah berpuasa (H.R. Ahmad No. 1942)

Hadits ini di semua tingkatan perawinya tsiqah (terpercaya) maka derajat  hadits ini adalah shahih Kesimpulannya : Rasulullah s.a.w. pernah berpuasa di bulan Rajab dan pernah juga tidak berpuasa di bulan Rajab untuk menunjukkan bahwa hal ini bukanlah kewajiban.

5.  Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair –dalam riwayat lain—telah menceritakan kepada kami bapakku telah menceritakan kepada kami Utsman bin Hakim Al-Anshari ia berkata : Saya bertanya kepada Sa’id bin Jubair mengenai puasa Rajab dan saat itu kami berada di bulan Rajab. Maka ia (Sa’id) pun menjawab : “Saya telah mendengar Ibnu Abbas r.a. berkata : “Dulu Rasulullahsa.a.w. pernah berpuasa hingga kami mengatakan beliau tidak berbuka dan beliau juga pernah berbuka sehingga kami mengatakan beliau tidak berpuasa” (H.R. Muslim No. 1960)

Hadits ini di semua tingkatan perawinya tsiqah (terpercaya) maka derajat  hadits ini adalah shahih Kesimpulannya : Rasulullah s.a.w. pernah berpuasa di bulan Rajab dan pernah juga tidak berpuasa di bulan Rajab. Hal ini menunjukkan bahwa puasa bulan Rajab bukanlah wajib namun dibolehkan puasa sunnah di bulan Rajab.

6. Ibnu Abbas r.a. berkata:“Shaum di hari pertama bulan Rajab, menghilangkan /menghapus dosa tiga tahun, dan di hari kedua menghapus dosa dua tahun, dan pada hari ketiga menghapus dosa setahun. Kemudian puasa setiap hari bulan Rajab menghapus dosa sebulan.”  (H.R. Abu Muhammad Al Khalali)

Hadits ini disebutkan pada kitab Jami’iush Shaghir Jilid III No. 5051, oleh Imam Suyuthi dan Kitab Durratun Nashihin Jilid I Hal 163-164 serta Kitab Fadhaail Rajab. Imam Suyuthi memberi tanda hadits ini dla’if  Kesimpulannya : hadits ini dla’if.

7. Dari Abdurrahman bin Madi dari Tsabit bin Qais Abu Ghusn, telah menceritakan kepada ku Abu Sa’id Al-Maqburi telah menceriakan kepadaku Usamah bin Zaid Aku bertanya Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya’ban. Rasul menjawab: ‘Bulan Sya’ban adalah bulan yang dilupakan oleh kebanyakan orang yaitu antara Rajab dan Ramadan Dan Aku Suka ketika amalanku diperlihatkan di hadapan Rabbku sedangkan aku dalam keadaan berpuasa”. (H.R.Ahmad No. 20758)

Hadits dengan matan (redaksi) yang senada :

Dari Usamah bin Zaid, berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak melihatmu berpuasa (sunnah) dalam bulan-bulan yang ada seperti engkau berpuasa pada bulan Sya’ban?” Beliau menjawab: “Bulan Sya’ban itu bulan yang dilupakan oleh manusia antara Rajab dan Ramadhan. (H.R. Abu Daud)

Hadits di atas disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan secara tersirat menunjukkan bahwa bulan Sya’ban orang banyak melupakan untuk berpuasa dibandingkan dengan bulan Rajab dan Ramadhan. Artinya pada bulan Rajab juga orang-orang biasa berpuasa. Mengomentari hadits tersebut, Imam al-Syaukani berkata dalam kitabnya Nailul-Authar (Jilid 4 hal. 291): “Hadits Usamah di atas, menunjuk kan disunnahkannya puasa Rajab. Karena yang tampak dari hadits tersebut, kaum Muslimin pada masa Nabi s.a.w. melalaikan puasa bulan Sya’ban, sebagaimana mengagungkan Ramadhan dan Rajab dengan berpuasa.”

Dari Usamah bin Zaid, berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak melihatmu berpuasa dalam bulan-bulan yang ada seperti engkau berpuasa pada bulan Sya’ban?” Beliau menjawab: “Bulan Sya’ban itu bulan yang dilupakan oleh manusia antara Rajab dan Ramadhan. (H.R. Nasa’i dalam Sunannya Juz 4 Hal 201)

Imam al-Syaukani berkata : “Hadits Usamah di atas, jelasnya menunjukkan disunnahkannya puasa Rajab. Karena yang tampak dari hadits tersebut, kaum Muslimin pada masa Nabi Shollallaahu ‘Alaihi Wa Sallam melalaikan untuk mengagungkan bulan Sya’ban dengan berpuasa, sebagaimana mereka mengagungkan Ramadhan dan Rajab dengan berpuasa (Nailul-Authar Juz 4 Hal 291)

Kesimpulannya : hadits-hadits ini mengisyaratkan adanya puasa di bulan Rajab namun tidak khusus di bulan itu saja.

8. Nabi s.a.w. bersabda:“Hai Salman, demi kebenaran kebangkitanku menjadi Nabi, tiada seorang muslim laki-laki dan perempuan yang shaum (meskipun hanya) satu hari dan shalat malam pada bulan Rajab dengan maksud ikhlas (lillahi Ta’ala) semata, kecuali Allah mencatat baginya seperti shaum setahun dan mengerjakan shalat malam satu tahun.”

Hadits ini tidak disebutkan riwayat siapa hanya disebutkan pada kitab Durratun Nashihin Jilid I hal : 167. Kesimpulannya : hadits ini tidak dikenal atau maudlu (palsu)

9.  Rasulullah s.a.w. bersabda lagi: “Sesungguhnya di dalam sorga terdapat sebuah sungai yang namanya Rajab, airnya lebih putih dari pada susu, lebih manis dari pada madu. Barangsiapa shaum satu hari di bulan Rajab, maka Allah memberi minum kepadanya dari sungai itu.”

Hadits ini tidak disebutkan riwayat siapa hanya disebutkan pada kitab Durratun Nashihin Usman bin Hasan bin Ahmad Syakir al-Khaubawi Jilid I hal : 164. Kesimpulannya : hadits ini tidak dikenal atau maudlu (palsu)

10. Dari Hasan al Bashri : Allah telah mengkhususkan empat bulan, dimana Allah menjadikannya penuh kemuliaan, dosa-dosa di bulan ini lebih besar daripada bulan lainnya, begitu pula amal sholeh dan pahala bahkan Nabi Muhammad SAW menunjukkan kemuliaan bulan Rajab ini dengan menyandarkannnya kepada Allah SWT, dimana beliau bersabda, ‘Rajab adalah bulannya Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.” (H.R. Abul Fath)

Hadits ini mursal (yaitu pada sanadnya dari tabi’in atau dari Hasan Al Basri langsung menyebutkan dari Rasulullah tidak diketahui dari sahabat mana ia mengambil hadits ini). Maka kesimpulannya : Hadits ini dla’if

11.“Keutamaan bulan Rajab atas bulan-bulan lainnya seperti keutamaan al-Qur’an atas semua perkataan, keutamaan bulan Sya’ban seperti keutamaanku atas para Nabi, dan keutamaan bulan Ramadhan seperti keutamaan Allah atas semua hamba.”

Kata Al Hafizh Ibnu Hajar Asqalani: “Hadits ini maudhu (palsu).

12.Rasulullah s.a.w. juga bersabda:“Ketahuilah, bahwa Rajab itu adalah bulan Allah yang pekak (tuli). Maka barangsiapa shaum satu hari di bulan Rajab dengan penuh percaya dan ikhlas, maka pasti mendapat keridhaan yang besar dari Allah. Barangsiapa shaum dua hari, maka para penghuni langit dan bumi tidak akan menilai dia tidak memperoleh karomah/ kemuliaan di sisi Allah. Barangsiapa shaum 3 hari maka diselamatkan oleh Allah dari bahaya dunia dan dari siksaan akhirat serta diselamatkan dari sakit gila, lepra, penyakit balak (penyakit putih-putih kulit yang menyebabkan gatal-gatal), dan diselamatkan dari fitnah syetan dan dajjal. Barangsiapa shaum 7 hari, ditutuplah baginya pintu Jahannam. Barangsiapa shaum 8 hari, maka dibukakan baginya pintu sorga. Barangsiapa shaum 10 hari, dia tidak akan minta sesuatu kepada Allah melainkan pasti Dia kabulkan. Barangsiapa shaum 15 hari, maka Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan mengganti semua kejahatannya dengan kebaikan. Dan barangsiapa menambah (shaumnya) maka Allah pun menambah pahala shaumnya.”

Hadits ini ditemukan dalam kitab Durratun Nashihin Jilid I Hal 160-161 Usman bin Hasan bin Ahmad Syakir al-Khaubawi namun tidak disebutkan sanadnya dan riwayat siapa.

13. Dari jalan Amr bin al-Azhar dari Abaan dari Anas r.a. “Barangsiapa berpuasa tiga hari pada bulan Rajab, dituliskan baginya (ganjaran) puasa satu bulan, barangsiapa berpuasa tujuh hari pada bulan Rajab, maka Allah tutupkan baginya tujuh buah pintu api Neraka, barangsiapa yang berpuasa delapan hari pada bulan Rajab, maka Allah membukakan baginya delapan buah pintu dari pintu-pintu Surga. Dan barang siapa puasa nishfu (setengah bulan) Rajab, maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah.”

Hadits ini termaktub dalam kitab al-Fawaa’idul Majmu’ah fil Ahaadits al-Maudhu’ah (no. 288). Setelah membawakan hadits ini asy-Syaukani berkata: “Suyuthi membawakan hadits ini dalam kitabnya, Al-Laaliy al-Mashnu’ah, ia berkata: “Hadits ini diriwayatkan secara marfu (disandarkan pada Nabi s.a.w.)” Dalam sanad hadits tersebut ada dua perawi yang sangat lemah.  Hadits ini diriwayatkan juga oleh Abu Syaikh dari jalan Ibnu ‘Ulwan dari Abaan. Kata Imam Suyuthi : “Ibnu ‘Ulwan adalah pemalsu hadits.” (Lihat al-Fawaaidul Majmu’ah  Hal. 102, No. 288). Kesimpulannya : Hadits ini maudlu (palsu)

14. Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu sorga, dan bila puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan kebaikan

Kami tidak berhasil mendapati hadits ini riwayat siapa dan tercantum di kitab mana demikian pula tidak diketahui sanad dan riwayat siapa.

15.Dari  Abu Qilabah r.a. disebutkan bahwa : sesungguhnya di dalam sorga terdapat satu istana untuk mereka yang shaum di bulan Rajab. (H.R. Baihaqi)

Abu Qilbah adalah nama kuniyah dari Abdullah bin Zaid bin Amru bin Nabil. Semua ulama menyatakan Abu Qilabah adalah perawi yang tsiqah (terpercaya)

16.Dari A’isyah ra. yang mengatakan:”Nabi bersabda,‘Semua orang dalam keadaan lapar di hari Kiamat, kecuali para Nabi dan para keluarganya serta orang-orang yang shaum di bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan. Maka sesungguhnya mereka kenyang dan tidak ada rasa lapar dan dahaga bagi mereka.

Hadits di atas dicantumkan dalam Kitab Durratun Nashihin juz I Hal 165 oleh Usman bin Hasan bin Ahmad Syakir al-Khaubawi. Namun kami tidak mendapati hadits tsb dan belum mengetahui derajatnya.

17. “Rajab bulan Allah, Sya’ban bulanku dan Ramadhan adalah bulan ummatku Janganlah kalian lalai dari (beribadah) pada malam Jum’at pertama di bulan Rajab, karena malam itu Malaikat menamakannya Raghaaib”

Kata Syaikh Ash-Shaghani (wafat th. 650 H): “Hadits ini maudhu (palsu)”. Imam Al-‘Iraqi mengoreksi hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Ihya’ ‘Uluumuddin, menerangkan bahwa hadits tentang puasa dan shalat Raghaa’ib adalah hadits maudhu’ (palsu).

Ibnul Qayyim (wafat th. 751 H) berkata:  “Hadits ini diriwayatkan oleh ‘Abdur Rahman bin Mandah dari Ibnu Jahdham, telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Muhammad bin Sa’id Al-Bashri, telah menceritakan kepada kami Khalaf bin ‘Abdullah as-Shan’any, dari Humaid Ath-Thawil dari Anas, secara marfu’ (tanpa menyebutkan sanadnya) . Kata Ibnu Qayyim al-Jauziyyah: “Semua hadits tentang shalat Raghaa’ib pada malam Jum’at pertama di bulan Rajab adalah dusta yang diada-adakan atas nama Rasulullah s.a.w. Dan semua hadits yang menyebutkan puasa Rajab dan shalat pada beberapa malamnya semuanya adalah dusta (palsu) yang diada-adakan.

Kata Ibnul Jauzi (wafat th. 597 H): “Hadits ini palsu dan yang tertuduh memalsukannya adalah Ibnu Jahdham, mereka menuduh sebagai pendusta. Aku telah mendengar Syaikhku Abdul Wahhab al-Hafizh berkata: “Rawi-rawi hadits tersebut adalah rawi-rawi yang majhul (tidak dikenal), aku sudah periksa semua kitab, tetapi aku tidak dapati biografi hidup mereka.”

Imam Adz-Dzahabi berkata: “ ’Ali bin ‘Abdullah bin Jahdham az-Zahudi, Abul Hasan Syaikhush Shuufiyyah pengarang kitab Bahjatul Asraar dituduh memalsukan hadits.” Kata para ulama lainnya: “Dia dituduh membuat hadits palsu tentang shalat Ar-Raghaa’ib.”

18 “Barangsiapa shalat Maghrib di malam pertama bulan Rajab, kemudian shalat sesudahnya dua puluh raka’at, setiap raka’at membaca al-Fatihah dan al-Ikhlash serta salam sepuluh kali. Kalian tahu ganjarannya? Sesungguhnya Jibril mengajarkan kepadaku demikian.” Kami berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui, dan berkata: ‘Allah akan pelihara dirinya, hartanya, keluarga dan anaknya serta diselamatkan dari adzab Qubur dan ia akan melewati as-Shirath seperti kilat tanpa dihisab, dan tidak disiksa.’”

Kata Ibnul Jauzi: “Hadits ini palsu dan kebanyakan rawi-rawinya adalah majhul (tidak dikenal biografinya).” Kesimpulannya : Hadits ini maudlu (palsu)

19.Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab dan shalat empat raka’at, di raka’at pertama baca ‘ayat Kursiy’ seratus kali dan di raka’at kedua baca ‘surat al-Ikhlas’ seratus kali, maka dia tidak mati hingga melihat tempatnya di Surga atau diperlihatkan kepadanya (sebelum ia mati)”

Ibnul Jauzy berkata : “Hadits ini maudlu (palsu), karena rawi-rawinya majhul (tidak dikenal) serta ada seorang perawi yang bernama ‘Utsman bin ‘Atha’ adalah perawi yang matruk (ditinggalkan) menurut para Ahli Hadits. Menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar Asqalani, ‘Utsman bin ‘Atha’ adalah perawi yang lemah. (Taqriibut Tahdziib Jilid I/663 No. 4518) Kesimpulannya : Hadits ini maudlu (palsu)

20.Dari Abu Dzar r.a. “Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab (ganjarannya) sama dengan berpuasa satu bulan.” (H.R. Al-Hafidz)

Dalam sanad hadits ini ada perawi yang bernama Al-Furaat bin As-Saa’ib, dia adalah seorang rawi yang matruk (ditinggalkan). Kata Imam an-Nasa’i: “Furaat bin As-Saa’ib Matrukul hadits.” Imam Al-Bukhari dalam Tarikhul Kabir berkata : “Para Ahli Hadits meninggalkannya, karena dia seorang rawi munkarul hadits, menurut Imam Ad-Daraquthni dia termasuk rawi yang matruk (ditinggalkan)” Kesimpulannya : hadits ini dla’if.

21. Dari Mansyur bin Yazid al-Asadiy telah menceritakan kepada kami Musa bin ‘Imran, ia berkata: “Aku mendengar Anas bin Malik berkata : “Sesungguhnya di Surga ada sungai yang dinamakan ‘Rajab’ airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu, barangsiapa yang puasa satu hari pada bulan Rajab maka Allah akan memberikan minum kepadanya dari air sungai itu.” (Atsar.R. Dailami Jilid II Hal 281 dan Al-Ashbahany dalam At-Targhib Jilid II Hal 224)

Imam adz-Dzahaby berkata: “Mansyur bin Yazid al-Asadiy meriwayatkan darinya, Muhammad Al-Mughirah tentang keutamaan bulan Rajab. Mansyur bin Yazid adalah rawi yang majhul (tidak dikenal) dan khabar (hadits) ini adalah bathil.” Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani berkata: “Musa bin ‘Imraan adalah majhul dan aku tidak mengenalnya” Kesimpulannya : hadits ini maudlu (palsu).

22. Dari Sa’id bin Rasyid Rasulullah s.a.w. bersabda : “Barangsiapa puasa sehari di bulan Rajab maka laksana ia puasa setahun, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka Jahanam, bila puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu sorga, bila puasa 10 hari Allah akan mengabulkan semua permintaannya” (H.R. Al-Thabrani)

23. Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Ja’far dari Humaid dari Anas bin Malik r.a. bahwa dia ditanya tentang puasanya Rasulullah s.a.w., Anas r.a. menjawab : “Rasulullah SAW selalu berpuasa di setiap bulan, sehingga kami mengira beliau tidak ingin berhenti, beliau juga sering terlihat berbuka sehingga mengira beliau tidak ingin berpuasa, jika kamu ingin melihat beliau shalat malam, pasti akan kamu dapati sedang shalat, demikian pula jika kamu ingin melihatnya tidur, maka akan kamu dapati beliau sedang tidur malam” (H.R. Tirmidzi No. 700)

Abu ‘Isa (Tirmidzi) berkata, hadits ini hasan shahih. Pada hadits ini jelas dikatakan bahwa Rasulullah s.a.w. berpuasa sunnah pada setiap / semua bulan jadi termasuk bulan Rajab. Hal ini menunjukkan memang tidak ada pengkhususan puasa di bulan Rajab namun jelas tidak ada larangan puasa di bulan Rajab.

24. “Sesungguhnya di sorga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut”.

Hadis ini dha’if sebagaimana ditegaskan oleh Imam Suyuthi dalam kitab al-Haawi lil Fataawi.

25. “Janganlah engkau menyamakan puasa di bulan ini (bulan Rajab) dengan bulan Ramadhan.” Hadits ini dikutip oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa Jilid 25 hal. 290 dan beliau mengatakannya shahih. Begitu pula Nashiruddin Al Albani mengatakan bahwa sanadnya shahih dalam Irwa’ul Gholil. Maka hadits ini menyatakan kebolehan puasa sunnah di bulan Rajab namun tidak mengkhususkan diri hanya bulan Rajab saja.

26. Dari Anas bin Malik r.a. bahawa apabila tibanya bulan rajab, Beliau s.a.w. berdoa : “Ya Allah, berkatilah hidup kami di bulan rajab dan Sya’aban dan sampaikan kami kepada bulan ramadhan.”(H.R. Thabrani, Mu’jam al-Ausath, 1415 H, Dar Al-Haramain : Qaherah, Juz 4 Hal 189,No: 3939) Hadits ini sahih dan memang tidak ada yang menolah bahwa bulan Rajab adalah salah satu dari bulan Haram dan Nabi s.a.w. memuliakannya, namun yang dibahas adalah apakah ada puasa sunnah khsusus di bulan Rajab?

27. Dalam kitab hadits Mushannaf Ibn Abi Syaibah diriwayatkan atsar bahwa Hasan Al-Bashri r.a., dan Abdullah bin Umar r.a. melaksanakan puasa Rajab.

(Bersambung)

Leave a comment