HUKUM KB DAN ALAT KONTRASEPSI DALAM PANDANGAN ISLAM (JILID 4)

HUKUM KB DAN ALAT KONTRASEPSI DALAM PANDANGAN ISLAM (JILID 4)

Oleh : Abuakmal Mubarok
Image

KB STERIL ATAU KONTRASEPTI MANTAP

KB Steril atau kontrasepsi mantap adalah mengikat atau memotong organ-organ reproduksi sehingga tidak bisa menghasilkan keturunan lagi secara total. Maksudnya adalah agar tidak ada resiko kehamilan sama sekali. Cara ini bisa dilakukan pada organ reproduksi wanita maupun organ reproduksi pria.

Boleh atau tidaknya KB Steril atau kontrasepsi mantap ini bergantung pada :
1. Tujuan atau Alasan atau motivasinya
2. Teknis Cara Melakukannya

Dari segi tujuannya, jika KB steril itu dilakukan karena sama sekali tidak ingin memiliki anak, namun ia menikah hanya semata ingin memiliki isteri saja tanpa memiliki anak, maka hal ini adalah terlarang. Demikian pula jika tindakan sterilisasi ini sengaja dilakukan oleh penguasa agar sebuah ras atau kelompok tidak memiliki keturunan, maka hal ini adalah haram.

Sedangkan jika KB Steril ini dilakukan misalkan karena tidak ingin memiliki anak lagi (dan sebelumnya ia telah memiliki anak) karena alasan kesehatan, maka hal itu tidak mengapa. Misalkan seorang ibu yang rahimnya diangkat karena penyakit kanker. Atau seorang wanita yang mengidap HIV Aids yang belum ada obatnya sehingga jika ia hamil anaknya akan mengidap HIV/Aids, lantas ia menginginkan tidak hamil dan tidak memiliki anak daripada melahirkan anak yang mengidap HIV / Aids, maka hal ini boleh saja.

Telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Jabir dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidak boleh membahayakan (orang lain) dan tidak boleh membalas bahaya dengan bahaya.” (H.R. Ahmad No. 2719)

Maka orang yang mengidap HIV dan penyakit lain yang belum ada obatnya, dan penyakit tersebut diyakini oleh dokter akan menurun kepada anaknya, boleh bahkan dianjurkan untuk melakukan KB Steril agar tidak membahayakan jiwa-jiwa lain yang tidak berdosa.

Sedangkan dari segi teknis cara melakukan KB Steril, bisa terbagi menjadi dua hal : yaitu permanen dan non-permanen. Yang disebut permanen ialah bahwa tindakan mematikan organ reproduksi tersebut tidak bisa dibatalkan (irreversible) atau kembali dibuka. Artinya jika sewaktu-waktu ia berubah pikiran dan kembali menginginkan kehamilan atau anak, hal itu tidak bisa dilakukan. Contohnya adalah metoda metoda oklusi (penutupan) tuba fallopi (indung telur) dengan cara elektro koagulasi (penutupan indung telur dengan cara memanaskan dengan listrik arus tinggi), thermo koagulasi (penutupan indung telur dengan cara membakar dengan alat pemanas) termasuk juga dengan menggunakan sinar laser. Maka cara-cara sterilisasi permanen seperti ini adalah diharamkan.

Teknik KB Steril yang permanen pada pria dikenal dengan istilah Vasektomi. Caranya adalah dengan oklusi (penutupan) secara permanen saluran vas deferens (yaitu saluran yang menghubungkan testis / buah zakar ke saluran urethra pada penis). Pada metoda permanen maka saluran vas deferens ini dilakukan reseksi (pemotongan). Cara pemotongan bermacam-macam ada metoda menggunakan pisau atau VTP (vasektomi tanpa pisau). Ada pula metppda elektro koagulasi, thermo koagulasi, metoda clip (jepit) dan lain-lain. Sebagaimana pada wanita, cara-cara sterilisasi permanen pada pria seperti ini adalah diharamkan.

Pada masa Rasulullah s.a.w. teknis seperti ini memang belum ada, namun hal ini bisa diqiyaskan (dipersamakan) dengan kasus mengebiri (yaitu memotong buah zakar sebagai organ yang memproduksi sperma) agar seorang pria tidak bisa menghamili wanita. Pada zaman dahulu hal demikian ini dilakukan kepada para pelayan / pengawal laki-laki dari seorang ratu atau puteri raja, agar ia tidak bisa menggauli wanita.

Rasulullah s.a.w. melarang umat Islam untuk mengebiri diri, berdasarkan hadits berikut ini :

Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. ia berkata: “Kami pergi berperang bersama Rasulullah s.a.w. tanpa membawa istri lalu kami bertanya: Bolehkah kami mengebiri diri? Beliau melarang kami melakukan itu kemudian memberikan rukhsah untuk menikahi wanita dengan pakaian sebagai mahar selama tempo waktu tertentu lalu Abdullah membacakan ayat: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (H.R. Muslim No.2493)

Dari Sa`ad bin Abu Waqqash ra., ia berkata: “Rasulullah s.a.w. melarang Usman bin Mazh`un hidup mengurung diri untuk beribadah dan menjauhi wanita (istri) dan seandainya beliau mengizinkan, niscaya kami akan mengebiri diri”. (H.R. Muslim No.2488)

Dari Samurah r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: Dan barangsiapa mengebiri hambanya kami akan mengebirinya.” (H.R. Abu Daud & Nasa’i) Al-Hakim menilai hadits ini shahih.

Maka berdasarkan beberapa hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa haram mengebiri diri sehingga haram hukumnya melakukan pemutusan secara permanen dari alat alat reproduksi.

Sedangkan metoda KB Steril non-permanen adalah metoda sterilisasi yang masih bisa dibatalkan, atau dibuka lagi jika sewaktu-waktu menginginkan kehamilan atau ingin memiliki anak lagi. Contohnya adalah penjepitan (clip) tuba fallopi seperti hemoclip, spring loaded clip, atau pemasangan ring seperti falope ring, yoon band, tubal band, atau oklusi kimiawi dengan gelatin, quinacrine dan lain-lain. Sedangkan pada pria, metoda KB Steril non-permanen misalnya oklusi mekanis seperti reversible intravas device, dan reversible intravasal occlusiver devices (RIOD) atau dengan cara oklusi kimiawi saluran vas deferens dengan gelatin, quinacrine, Ag nitrat dan lain-lain. Cara seperti ini masih bisa dibolehkan.

Walaupun demikian, pada dasarnya KB Steril itu adalah irreversible (tidak dapat dibatalkan) dan kalaupun bisa sangat sulit memulihkannya dan beresiko tidak bisa hamil lagi. Maka KB steril sebagaimana kami kemukakan di atas adalah diharamkan dalam Islam.

KONTRASEPSI ALAMI UNTUK MENGATUR JARAK KELAHIRAN

Sebagaimana telah dibahas di atas, upaya pencegahan kehamilan hanya dibolehkan jika motivasinya adalah untuk pengaturan jarak kehamilan yaitu idealnya jarak anak satu dengan anak berikutnya adalah minimal 2 tahun (berdasarkan fase menyusui hingga menyapih). Sedangkan jika upaya pencegahan kehamilan itu dengan tujuan tidak mau sama sekali memiliki keturunan, maka hal itu adalah terlarang atau minimal dibenci dalam Islam kecuali pada zaman dahulu hal ini dibolehkan hanya kepada budak (boleh tidak menginginkan memiliki anak dari budak wanita yang dikawini).

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin Asma` Telah menceritakan kepada kami Juwairiyah dari Malik bin Anas dari Az Zuhri dari Ibnu Muhairiz dari Abu Sa’id Al Khudri ia berkata : “Kami mendapatkan tawanan, lalu kami pun melakukan ‘Azl, maka kami menanyakannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Apakah kalian benar-benar melakukannya?” beliau mengatakannya sebanyak tiga kali. Beliau melanjutkan: “Tidak ada sesuatupun yang telah ditetapkan terjadi hingga datangnya hari kiamat, kecuali ia pasti terjadi.” (H.R. Bukhari No. 4809)

Maka banyak sekali metoda pencegahan kehamilan, dan salah satunya adalah metoda yang alami. Metoda pencegahan kehamilan yang alami ini telah dilakukan semenjak masa Rasulullah s.a.w. dahulu, yaitu salah satunya adalah azl (coitus interuptus) yaitu mengeluarkan sperma di luar rahim. Cara seperti ini dibolehkan.
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah Telah menceritakan kepada kami Sufyan Telah berkata Amru Telah mengabarkan kepadaku Atha` Ia mendengar Jabir r.a. berkata; Kami melakukan ‘Azl, sedangkan Al Qur`an masih turun (wahyu masih turun). (H.R. Bukhari No. 4808)

Metoda alami lainnya sebenarnya adalah laktasi atau menyusui. Salah satu dokter kandungan yang berpendapat seperti ini adalah dr. Mulya Tarmidzi seorang dokter angkatan laut yang mengatakan bahwa selama ibu menyusui bayinya, sebenarnya secara normal akan mengurangi kemungkinan terjadinya kehamilan sampai 99%, walaupun dilakukan senggama atau persetubuhan.

Walaupun demikian hal ini dibantah oleh sebagian kalangan karena kenyataannya pada masa sekarang ini, terbukti 3-12% ibu-ibu yang sedang menyusui bisa hamil lagi. Sehingga metoda laktasi ini sulit diandalkan. Namun jika kita mau jujur, saya pribadi bertanya kepada nenek dari pihak ibu dan bapak saya, serta adik kakak dari nenek-nenek kita, rata-rata mereka memiliki 8-12 anak, namun jaraknya antara satu anak dan anak lainnya adalah 2 tahun. Padahal mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun. Mereka juga tidak mengenal susu kaleng, sehingga rata-rata nenek kita semua menyusui bayinya selama 2 tahun. Dan selama 2 tahun itu pula tidak terjadi kehamilan walaupun bercampur dengan suaminya.

Pengalaman pribadi penulis dan pengamatan mengenai hal ini dan secara hipotesis (dugaan) penyebab terjadinya kehamilan pada ibu yang menyusui ini disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah : ketidak seimbangan hormonal karena obat-obatan. Sebagaimana diketahui, pada masa kini telah umum digunakan obat penghenti pendarahan (misalkan metergen atau obat lain yang mengandung hormon) untuk mempercepat berhentinya pendarahan paska melahirkan (nifas). Ternyata ibu yang menggunakan metergen cenderung bisa hamil ketika menyusui. Sedangkan almarhumah istri saya yang sengaja tidak minum metergen ternyata tidak hamil selama menyusui bayinya selama 2 tahun walaupun bercampur suami isteri.

Faktor lainnya menurut dokter Mulya Tarmidzi, adalah kesalahan prosedur. Jika ingin metoda laktasi ini sukes, maka susui terlebih dahulu beberapa menit sebelum bercampur suami isteri.

Jadi sebenarnya, dengan perintah untuk menyusui bayi selama 2 tahun ini, Allah telah mengatur jarak kehamilan itu minimal 2 tahun. Metoda kontrasepsi yang alami lainnya banyak sekali seperti diantaranya adalah memperhatikan masa subur (fertilitas) wanita. Masa fertilitas wanita bisa dilihat dari siklus haid (menstruasi) dengan memperhatikan kalender haid seorang wanita (metode Oguni Knaus) bisa juga diketahui dengan memperhatikan suhu basal wanita (metode body thermal) atau melihat lendir cervix (metode billing). Namun konon hal ini sulit dilaksanakan karena libido pria tidak bisa diatur mengikuti ritme fertilitas wanita.

Sebenarnya banyak metoda alamiah dan cara bodoh lainnya yang tidak sulit dilakukan seperti douching (pembilasan), WOT (women on top), cement pumping out, coughing, dll. Semua cara alamiah ini bersifat aman dan tanpa efek yang membahayakan kesehatan dan oleh karenanya hal ini halal dilakukan.
Alat Kontrasepsi Modern Untuk Mengatur Jarak Kelahiran

Sebagaimana telah dibahas di atas, jika niatnya untuk mengatur jarak kelahiran dan kesehatan sang ibu, maka kontrasepsi (upaya pencegahan kehamilan) itu dibolehkan. Disamping cara yang alami terdapat cara lain menggunakan alat. Kontrasepsi menggunakan alat terbagi menjadi dua yaitu : pre-coital (sebelum senggama) dan post coital (paska senggama).

Beberapa alat kontrasepsi pre-coital yang paling umum ialah metode barrier, (penghalang)yang menghalangi sperma agar tidak bertemu dengan sel telur. Caranya adalah menghalangi sperma masuk ke saluran indung telur dengan berbagai media, bisa diafragma yang terbuat dari latex (karet) tipis, seperti kondom, spons, cervical cap, coil spring diafragma, flat spring diafragma dll.
Maka sebagaimana dijelaskan sebelumnya, upaya pencegahan kehamilan dengan menggunakan alat ini dibolehkan oleh agama sepanjang niatnya untuk mengatur jarak kehamilan dan bukan pembatasan total atau sama sekali tidak mau punya anak, selain itu juga tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan.

Ada beberapa alat kontrasepsi yang mendatangkan efek samping seperti pendarahan, ketidak seimbangan hormon, bahkan ada yang menimbulkan kemandulan. Beberapa kontrasepsi kimiawi seperti spermisid (pelumpuh spermatozoa) bisa menimbulkan efek alergi, kelainan janin, perubahan air susu ibu dan meresap ke dalam pembuluh darah. Beberapa kondom ada yang dilengkapi dengan zat spermisid. Jika terbukti hal ini membahayakan kesehatan maka pemakaian jenis ini bisa menjadi haram.

Beberapa pil KB yang dimakan (oral) dan POK (pil oral kombinasi dengan hormon) atau spermisid intra vaginal bisa menimbulkan efek samping seperti siklus haid yang tidak teratur sampai dengan pendarahan abnormal, sakit kepala dan migren, diabetes, kegemukan, trombophlebitis (kelainan trombosit), kelainan cerebro vaskuler, penyakit jantung, kelainan ginjal dan batu empedu, dan lain-lain tergantung pada orangnya. Maka pemakaian alat kontrasepsi jenis kimiawi ini adalah haram jika merusak kesehatan.

Beberapa tipe alat kontrasepsi IUD atau spiral juga menimbulkan efek samping siklus haid tidak normal sampai pendarahan abnormal, bahkan ada yang sampai menimbulkan myoma, tumor dan lain-lain, terutama jika masa kedaluwarsa alat ini tidak diperhatikan. Untuk itu, pemakaian IUD atau spiral ini jika beresiko membahayakan kesehatan menjadi haram.

Sedangkan alat kontrasepsi post-coital ialah upaya pencegahan kehamilan yang dilakukan setelah terjadinya coitus (senggama). Kebanyakan adalah berupa kontrasepsi oral (dengan cara makan atau minum). Beberapa diantaranya adalah obat-obatan tradisional yang bersifat menghambat pertumbuhan sel. Selain obat tradisional juga ada obat modern.

Khusus untuk kontrasepsi post-coital ini harus sangat dicermati karena jika dilakukannya setelah terjadi pembuahan dan pembentukan zygot, bahkan jika sudah sampai terbentuk janin, maka katagorinya sudah upaya penguguran kandungan. Dan ini merupakan pembunuhan jiwa. Maka kontrasepsi post-coital ini dikhawatirkan bukan lagi upaya pencegahan kehamilan melainkan penguguran kehamilan. Dan seandainya keguguran itu tidak terjadi, bisa jadi malah kehamilan itu tetap berlangsung namun janinnya cacat. Batas terjadinya zygote itu mungkin sekitar 1 minggu dari aktifitas jima’ (senggama). Oleh karena itu jika kontrasepsi post coital ini digunakan setelah lewat dari 1 minggu dari aktifitas jima’ (senggama) adalah haram.

ALAT KONTRASEPSI UNTUK MENCEGAH PENYAKIT KELAMIN

Saat ini pemakaian alat kontrasepsi memiliki tujuan lain selain upaya pencegahan kehamilan, yaitu mencegah penularan penyakit kelamin dan seksual seperti sipilis, herpes, gonorhoea, HIV / AIDS dan lain-lain. Tentu saja kita tahu bahwa penyakit kelamin dan seksual ini terjadi akibat perilaku seks yang beresiko dan menyimpang seperti pergaulan bebas, pelacuran, homoseks dan lesbian. Maka perlindungan terhadap penyakit kelamin akibat perilaku menyimpang ini sama saja dengan membuat para pelaku ini semakin bebas dan tidak takut melakukan dosa. Padahal penyakit kelamin ini merupakan salah satu cara Allah menghukum pelaku tersebut di dunia sebelum akhirnya disiksa di akhirat. Kecuali jika mereka bertaubat sebelum ajalnya.

Namun yang menjadi masalah, sebagian dari para pelaku seks menyimpang ini adalah orang-orang terhormat yang memiliki pasangan (suami atau isteri) di rumah dan masyarakat tidak tahu menahu dengan perilaku bejatnya. Maka ketika orang seperti ini mendapat penyakit kelamin, ia akan beresiko menulari isterinya bahkan tidak mustahil anak-anaknya yang tidak berdosa.

Maka orang yang tidak berdosa dan tidak tahu menahu perilaku menyimpang dari orang-orang bejat ini berhak pula mendapat keselamatan dari tertularnya penyakit seksual. Ketika negara dan masyarakat tidak mampu menghentikan perilaku seks menyimpang itu sendiri maka paling tidak yang bisa dilakukan adalah melindungi orang yang tidak berdosa dan tidak tahu menahu perilaku dosa ini dari akibat buruk perbuatan mereka.

Bahkan orang yang kedapatan suka berzina akan diasingkan selama setahun. Hal ini untuk mencegah masyarakat tertular atau kena getah dari penyakit kelamin yang mungkin dihasilkan dari perilaku menyimpang tersebut.

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari ‘Uqail dari Ibnu Syihab dari Sa’id bin Musayyab dari Abu Hurairah r.a., “bahwasanya Rasulullah s.a.w. memutuskan orang yang berzina dan dia belum menikah dengan mengasingkan selama setahun dan menegakkan hukuman had baginya”. (H.R. Bukhari No. 6330)

Pada jaman Rasulullah s.a.w. orang yang kedapatan mengidap seks menyimpang akan dikenai hukuman mati :

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Amr As Sawwaq, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari Amru bin Abu Amr dari Ikrimah dari Ibnu Abbas ia berkata : “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (yakni melakukan homoseksual), maka bunuhlah pelaku dan korbannya.” (H.R. Tirmidzi No. 1376)

Para ulama berselisih tentang hukuman liwath (homoseksual), sebagian mereka berpendapat; Bahwa ia harus dirajam baik sudah atau belum menikah, ini menjadi pendapat Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’i, Madzhab Imam Ahmad (Hambali) dan Ishaq. Sedangkan sebagian ulama dari fuqaha tabi’in seperti Hasan Bashri, Ibrahim An Nakha’i, ‘Atha` bin Abu Rabah, Ats Tsauri dan ulama Kufah, berpendapat orang yang melakukan liwath dikenai hukuman seperti hukuman zina.

Memang cara yang ideal adalah menutup lokalisasi dan memberangus pelacuran itu sendiri. Katakanlah hal itu bisa terjadi pada hari ini (walaupun kita sama-sama tahu itu belum bisa), namun apakah bisa kita menghilangkan perselingkuhan dan perzinahan yang diam-diam? Padahal penyakit kelamin itu bisa terjadi melalui perselingkuhan dan perzinahan non-komersial. Lalu apakah masyarakat yang tidak berdosa tidak berhak selamat dari dampak tertularnya penyakit kelamin tersebut ?

Bisa jadi suatu ketika Anda yang tidak tahu apa-apa bisa ketularan penyakit kelamin karena kebetulan secara tidak sengaja menyentuh WC umum yang di situ habis dipakai oleh orang yang terkena penyakit kelamin? Lalu orang yang tidak tahu apa-apa itu tertular penyakit kelamin dan ketika berobat ke dokter, isteri dan dokter nya sama-sama mencurigai Anda telah melakukan perzinahan? Maka tentu Anda mengutuk orang yang menyebarkan penyakit kelamin itu. Sedangkan kita tidak bisa mencegah mereka agar tidak melakukan perzinahan sehingga tidak terjangkiti penyakit kelamin.

Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa jika ada wabah di suatu kota maka tidak boleh keluar dari kota tersebut agar tidak menulari orang lain namun jika belum terlanjur masuk maka jangan masuk agar tidak tertular:

Telah bercerita kepada kami ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah berkata, telah bercerita kepadaku Malik dari Muhammad bin Al Munkadir dan dari Abu an-Nadlar, maula ‘Umar bin ‘Ubaidullah dari ‘Amir bin Sa’ad bin Abu Waqash dari bapaknya bahwa dia (‘Amir) mendengar bapaknya bertanya kepada Usamah binZaid; “Apa yag pernah kamu dengar dari Rasulullah s.a.w. tentang masalah tha’un (wabah penyakit sampar, pes, lepra)?”. Maka Usamah berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tha’un adalah sejenis kotoran (siksa) yang dikirim kepada satu golongan dari Bani Isra’il atau kepada umat sebelum kalian. Maka itu jika kalian mendengar ada wabah tersebut di suatu wilayah janganlah kalian memasuki wilayah tersebut dan jika kalian sedang berada di wilayah yang terkena wabah tersebut janganlah kalian mengungsi darinya”. (H.R. Bukhari No. 3214)

Secara tidak langsung hadits di atas mengisyaratkan adanya upaya proteksi dan melokalisir mencegah penularan wabah penyakit meluas. Jika kita persamakan bahwa penyakit kelamin seperti HIV / AIDS ini sudah seperti sebuah wabah, maka upaya agar tidak semakin menyebarnya wabah memiliki landasan dari syariat,

Namun demikian saya tetap berpendapat bahwa kampanye kondom kepada anak sekolah dan penjualan kondom secara bebas kepada masyarakat adalah haram. Karena bisa disalahgunakan oleh anak-anak muda untuk melakukan seks bebas tanpa takut kebablasan hamil di luar nikah. Padahal sejujurnya resiko hamil diluar nikah ini ternyata tidak cukup menakuti dan menghentikan mereka namun sedikit banyak wanita biasanya lebih mikir dan takut hamil di luar nikah karena wanita lah yang akan dirugikan. Namun dengan adanya kondom bebas ini membuat wanita pun kini tidak khawatir lagi hamil di luar nikah.

Sedangkan para bejater (pelaku seks menyimpang) itu tanpa disuruh dan dihimbau pun pasti tidak mau juga terkena penyakit kelamin. Maka mereka akan memakai alat kontrasepsi untuk mengurangi penyebaran penyakit kelamin. Kita berlepas diri dengan perbuatan dosa tersebut (soal itu ada hukuman Allah yang menanti) namun faktanya karena negara dan masyarakat tidak berdaya mencegah hal itu terjadi, maka minimal kita yang tidak tahu apa-apa ini jangan sampai kena getahnya. Maka paling upaya departemen kesehatan mensosialisasikan pemakaian kondom pada para “bejater” agar tidak tertular penyakit kelamin dari pelacur adalah suatu upaya mencegah penularan wabah penyakit kelamin ini semakin meluas. Upaya ini bisa dipahami walaupun tidak menyelesaikan masalah. SELESAI

One thought on “HUKUM KB DAN ALAT KONTRASEPSI DALAM PANDANGAN ISLAM (JILID 4)

  1. Nn says:

    Assalamualaikum wr wb pak,untuk masalah ini saya tertarik.kebetulan saya sedang menyusui 10bln dan saya hamil kembali pdhl sblmnya saya menyusui sebelum melakukan hubungan, dan sblmnya saya telah memiliki anak jg sekarang 2,10 thn.yg saya tanyakan,ketika saya hamil dan masih blm ditiupkan ruh mgkn sekarang sekitar blm genap 40 hari, apakah tindakan saya jika mengkuratese,termasuk pembunuhan dan haram menurut islam sedangkan dgn alasan takut kasih sayang terhadap anak pertama dan kedua kurang?

Leave a comment