ADA APA DENGAN 4 NOVEMBER?

mereka-tidak-mengerti

Bukan ada apa dengan cinta. Tapi ada apa dengan 4 November? Fenomena ini menjadi topik hangat yang dibahas di berbagai media cetak dan elektronik arus utama di manca negara. Mereka mencoba menganalisa mengapa fenomena Ahok ini sampai menggelembung sedemikian besarnya?

Membaca berbagai analisa terkait fenomena betapa cepat dan betapa menggelembungnya ajakan untuk demo 4 November soal Ahok ini, ternyata di situ saya bisa melihat banyak yang tidak bisa menangkap esensi dari persoalan ini.

Ternyata banyak orang yang gagal memahami , fenomena ini. Karena memang pemahaman mereka berbeda dengan pelaku-pelaku demo ini. Banyak orang yang gagal merasakan persoalan ini. Karena memang perasaan mereka tidak bisa merasakan apa yang dirasakan pelaku-pelaku demo ini. Ketidakpahaman mereka berbanding lurus dengan siapa diri mereka.

Analisa mereka mencerminkan siapa diri mereka. Ketika ia tidak bisa memahami, menunjukkan memang mereka tidak satu pemahaman. Ketika mereka gagal merasakan, menunjukkan mereka memang tidak satu perasaaan. Sehingga bermuara pada satu kesimpulan “Mereka memang tidak mengerti”.

Ada yang mengatakan bahwa menggelembungnya persoalan Ahok ini karena ada pihak yang melakukan “propaganda yang masif” – logika “propaganda yang masif” ini diamini dan dipakai berulang-ulang oleh pihak-pihak yang setuju dengan premis ini—bahkan disamakan dengan propaganda ISIS. Konon katanya ISIS memiliki 50.00 akun twiter palsu. Dan dalam 1 minggu output ISIS muncul dalam 261 media dalam 6 bahasa. Ck..ck..ck…Rasanya demo 4 Nov tidak secanggih itu, akun-akun yang mengganti DP dengan tulisan Al-Maidah : 51 asli semua, karena kami mengenal orangnya. Bukannya yang canggih canggih seperti itu kerjaannya CIA dan Mossad? Bukannya yang gemar bikin akun-akun palsu itu kerjaannya Jasmev?

Ada yang mengatakan orang yang berdemo ini berotak kerdil. Ada yang mengatakan ternyata propaganda kehidupan akhirat lebih menakutkan daripada kehidupan dunia. Bagi orang ini, memang kehidupan akhirat tidak menakutkan. Mungkin dia tidak percaya surga dan neraka. Kehidupan akhirat pun disebut propaganda. Untung saja ia tidak menuduh Allah lah yang melakukan propaganda mengenai kehidupan akhirat. Ck..ck..ck..jangan-jangan kalian tidak percaya surga dan neraka?

Ada yang melecehkan bahwa orang yang berdemo ini dibayangi fantasi bermain seks dengan 72 bidadari surga. Ada yang mengatakan karena dibiayai Prabowo, dibiayai SBY puluhan milyar. Sehingga bermuara pada satu kesimpulan “Mereka memang tidak mengerti”. Ck..ck..ck..segitu picik-nya-kah kalian?

Sebetulnya sederhana saja menganalisanya. Yaitu dengan cara bertanya dan berandai-andai. Andai…Andaikan..Misalkan…yang menjadi isu bukan Al-Maidah : 51, walaupun dengan propaganda masif didanai 10 milyar? Apakah akan menjadi sebesar ini?

Andai…Andaikan..Misalkan…yang menjadi isu adalah penggusuran pedagang kecil..tidak berpihak pada rakyat keci walaupun dengan propaganda masif didanai 100 milyar? Disebarkan masif melalui medsos, Apakah hasilnya akan menjadi sebesar ini?

Andai…Andaikan..Misalnya…yang menjadi isu adalah seorang Bupati bicara taik lu! Goblok lu!..lalu isu ini diekspose besar-besaran, diback-up dengan propaganda masif didanai 1.000 Milyar ?  Apakah orang-orang akan bersedia mengganti DP dan Profile di Facebooknya dengan “meme” bertuliskan Taik lu .. Goblok lu?

Andai…Andaikan..Misalkan…yang menjadi persoalan adalah seorang Menteri kedapatan memimpin rapat sambil menenggak bir!..lalu isu ini diekspose besar-besaran, diback-up dengan propaganda masif didanai 1 Trilyun? Apakah akan datang berdemo dari berbagaai penjuru tanah air?”

Mereka mengatakan ini semua adalah sebagai hasil “Power of Propaganda”. Mereka mengatakan “betapa dahsyatnya medsos”. Mereka mengatakan “betapa dahsyatnya dana Prabowo” Mereka mengatakan “betapa kecilnya otak para pendemo” Mereka mengatakan “betapa dahsyat ketakutan akan hari akhirat” Mereka mengatakan : “betapa menggiyurkan nya propaganda 72 bidadari” Ck..ck..ck….

Kesimpulannya : mereka memang tidak paham karena tidak sepaham. Mereka tidak merasakan karena tidak satu perasaan. Dan yang seperti ini banyak.

Seperti surat –konon perwira TNI yang sedang di Malaysia alumniAkabri laut 82 Apa bener? Apa iya? Entahlah– tapi ia berhasil memahami fenomena ini berhasil merasakan. Ia menyatakan ini adalah power of Al-Qur’an. Ini adalah power of Allah.

Tanpa perlu biaya besar mereka, tak perlu membayari pulsa, tidak perlu mendanai nasi bungkus, tak perlu ngasi ongkos kopaja, tanpa komando, serentak rela mengganti DP-DP mereka, serentak mengganti Gambar Profile mereka..padahal mereka ini ada yang sholatnya masih belang bentong, padahal ada yang masih waktu adzan masi main catur. Tapi mereka semua tergerak ketika yang dinistakan adalah Al-Qur’an.

Persoalannya bukan soal Habib Rizieq atau FPI karena orang yang rela mengganti DP-DP dan mengganti Gambar Profile ini kemarinnya adalah orang yang membenci FPI.

Persoalannya bukan soal Ahook atau Aseng, karena orang yang rela mengganti DP-DP dan mengganti Gambar Profile ini kemarinnya pendukung Ahok dan sampai sekarang masih bekerja pada Aseng.

Persoalannya bukan karena gubernur atau kondektur. Persoalannya bukan karena momentum pilkada atau pil koplo. Persoalannya adalah karena yang dinistakan adalah Al-Qur’an.
Tak butuh Prabowo atau SBY. Tidak perlu dana milyaran, karena rakyat spontan bikin dapur umum di Condet. Silakan diboikot BBM silakan diboikot mobil-mobil bis dan kopaja, karena rakyat spontan merelakan mengantar pendemo.

Kesimpulannya : mereka memang tidak paham karena tidak sepaham. Mereka tidak bisa merasakan karena tidak satu perasaan. Dan yang seperti ini banyak.

Pakailah Nurani mu..ada apa ini? Dunia mulai merasakan getaran Energy surat Almaidah..

Ini fakta..Sabang sampai Marauke..mulai terasa tanpa komando..perintah apalagi Korlap dan Provokator.. demikian kata alumni Akabri laut 82 — Apa bener? Apa iya?– Entahlah– tapi ia berhasil memahami fenomena ini

Bagaimana dengan Anda Mr. Presiden? “Demo memang hak rakyat”. Sudah? Sampai disitu saja? Akankah Anda merasakan? Tidakkah Anda paham?

Kesimpulannya : mereka memang tidak paham karena tidak sepaham. Mereka tidak bisa merasakan karena tidak seperasaan. Maka bagimu amalanmu dan bagiku amalanku. Biarlah Allah dan Malaikat yang menilainya

Wallahu’alam

Abu Akmal Mubarok

Leave a comment