SIAPA YANG MENGANGKAT SINGGASANA RATU BILQIS?

jin-ifrit
Ada yang menarik dari kasus Kyai Kanjeng Taat Pribadi yang mengaku bisa menggandakan uang. Seseorang anggota ICMI, yaitu Marwah Daud Ibrahim  yang memperoleh gelar Master dari American University di Washington D.C. Amerika bisa menjadi pengikut Kyai Kanjeng Taat Pribadi gara-gara takjub melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Kyai Kanjeng ini bisa menggandakan uang. Bahkan beliau bersedia menjadi Ketua Yayasan “Padepokan Dimas Kanjeng”.

Marwah Daud Ibrahim mengaku menerima jabatan tersebut setelah selama setahun mengamati dan mempelajari sepak terjang Kyai Kanjeng kemudian melakukan istikhoroh meminta petunjuk Allah. Marwah Daud Ibrahim meyakini Kyai Kanjeng memang bisa menggandakan uang, karena mendapat karomah dari Allah, sehingga kehebatannya setara dengan B.J. Habibie. Bahkan polisi sudah  menyita gepokan uang dalam gudang Kyai Kanjeng, dan ditunjukkan dalam acara ILC (Indonesia lawyer club) di TV One bahwa uang tersebut adalah uang palsu layaknya uang mainan monopoli , Bu Marwah tetap yakin bahwa uang mainan tersebut bisa berubah menjadi uang asli jika dipegang oleh Kyai Kanjeng.

Bu Marwah menyatakan bahwa walaupun ia seorang intelektual yang berfikir rasional, namun ia open mind (berfikiran terbuka) terhadap adany kemampuan “transdimensi”. Beliau mencontohkan Nabi Sulaiman a.s. yang bisa memindahkan Istana Ratu Bilqis. Logikanya, kalau istana saja bisa dipindahkan apalagi sekadar menggandakan uang, itu bukan hal yang mustahil. Dan jika ini disebut sihir, justru ayat Al-Qur’an membantah bahwa Nabi Sulaiman a.s. tidak melakukan sihir.  Makanya bu Marwah berang jika dikatakan itu adalah sihir. Lha memindahkan istana Ratu Bilqis saja dikatakan bukan sihir kok menggandakan uang disebut sihir.

Tanpa mengurangi hormat kami dengan kapasitas keilmuan Bu Marwah, ada beberapa hal yang perlu diluruskan di sini. Pertama, Al-Qur’an menceritakan yang diangkat dan dipindahkan bukan istana Ratu Bilqis melainkan singgasana Ratu Bilqis.

Berkata Sulaiman: “Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri. Lalu berkata ‘Ifrit  dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya. Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab (Kitab Sebelum Nabi Sulaiman): “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia” (Q.S. An-Naml [27] : 38-40)

Dalam ayat di atas, dkisahkan bahwa Jin Ifrit yang memiliki kemampuan mengangkat benda-benda besar, menawarkan memindahkan singgasana Ratu Bilqis dalam waktu cepat sebelum Nabi Sulaiman berdiri. Namun ada orang yang memiliki ilmu dari alkitab bisa memindahkan singgasana Ratu Bilqis sebelum Nabi Sulaiman berkedip, alias lebih cepat dan lebih hebat dari Jin Ifrit.

Pertama, di sini ditunjukkan bahwa yang memindahkan singgasana Ratu Bilqis itu bukan Jin Ifrit melainkan manusia yang memiliki ilmu dari Al-Kitab. Sementara sering kita dengar diceritakan baik di pengajian maupun ceramah-ceramah bahwa jin membantu Nabi Sulaiman a.s. dan mengangkat singgasana Ratu Bilqis. Bukan jin yang mengangkat melainkan manusia.

Kedua, ayat ini menunjukkan bahwa manusia bisa lebih hebat dari jin. Ketiga bahwa manusia ini walaupuan ia bukan Nabi namun ia memiliki ilmu yang dikaruniakan Allah kepada dirinya sementara ilmu tersebu tidak dikaruniakan Allah kepada Nabi Sulaiman a.s. Sedangkan Nabi Sulaiman a.s. tetap lebih hebat dengan ilmu-ilmu lain yang dikaruniakan Allah kepadanya. Hal ini sama seperti riwayat Nabi Khidir a.s. dengan Nabi Musa a.s. Dalam beberapa segi, Nabi Khidir a.s. memiliki ilmu yang tidak dimiliki oleh Nabi Musa a.s. demikian pula sebaliknya Nabi Musa a.s. tidak memiliki ilmu yang dimiliki Nabi Khidir a.s. sehingga ia ingin berguru kepada Nabi Khidir a.s.

Imam Qurthubi dalam Tafsir Qurthubi menerangkan bahwa orang yang diberi pengetahuan hikmah dari Al-Kitab yang sanggup mendatangkan singgasanan Ratu Bilqis sebelum mata berkedip atas seijin Allah bernama Ashif bin Burkhiya .Beliau berdoa dengan menyebutkan: “Ya Hayyu Ya Qayyum

Ketiga, betapa pun hebatnya ilmu itu, ini merupakan ujian apakah bersyukur atau mengingkari nikmat yang diberikan Allah. Maka ini menjadi dalil bahwa kenikmatan, kelebihan, kesenangan yang diberikan Allah itu pun merupakan ujian. Hal ini berbeda dengan sebagian pendapat yang mengatakan bahwa musibah itu adalah ujian sedangkan kesenangan adalah karunia bukan ujian.

Keempat, memang benar Al-Qur’an menyatakan bahwa Nabi Sulaiman a.s. tidak melakukan sihir. Sedangkan yang melakukan sihir adalah Bani Israil yang mempelajari sihir dari Malaikat Harut dan Marut dari Babilonia (Negeri Babil yaitu Iraq di zaman sekarang) sebagaimana ayat berikut :

“Dan mereka (Bani Israil) mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, ….. “ (Q.S. Al-Baqarah [2] : 102)

Al-Hakim dalam Mustadrak nya meriwayatkan mengenai maksud perkataan hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir) dari ayat di atas yaitu dari Ibnu Abbas r.a. berkata : “Dahulu pada masa kekuasaan Sulaiman a.s. setan-setan menuliskan kitab-kitab sihir kemudian Nabi Sulaiaman a.s. menguburnya di bawah singgasananya, dan setan tidak bisa mendekatinya kecuali akan terbakar. Namun setelah Nabi Sulaiman a.s. wafat setan-setan menyebarkan berita kepada Bani Israil (Nabi Sulaiman a.s. adalah anak Nabi Daud a.s. dari Bani Israil / Keturunan Nabi Ya’kub a.s.) bahwa dahulu Nabi Sulaiman a.s. dapat menguasai binatang dan jin berkat ilmu yang terdapat dalam kitab-kitab sihir ini. Kemudian Bani israil mengkafirkan Nabi Sulaiman a.s. dan menyangkanya sebagai tukang sihir. Maka tersiarlah cerita ini turun termurun di kalangan Bangsa Irak dan Arab. Oleh karena itu Allah menurunkan ayat ini untuk menerangkan duduk perkara sebenarnya. (Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 Hal 743)

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Al-A’masy dari Al-Minhal dari Sa’id Ibnu Jubair dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa dahulu ada orang bernama Asif sebagai juru tulis Nabi Sulaiman a.s. Dia mengetahui Ismul A’zhom (atau Ismullahil Azhom) dan mencatat semua ilmu-ilmu atas seijin Nabi Sulaiman a.s.lalu Nabi Sulaiman a.s. mengubur semua catatan itu di bawah singgasananya. Ketika Nabi Sulaiman a.s. wafat, setan-setan mengeluarkan semua catatan tersebut lalu  menyisipkan setiap dua baris catatan itu dengan kalimat kekufuran dan sihir. Lalu setan menyiarkan bahwa inilah dahulu amalan yang dilakukan Nabi Sulaiman a.s. sehingga bisa menguasai  binatang dan jin. Maka orang-orang mulai mengkafirkan dan mencaci makai Nabi Sulaiman a.s. Para ulama hanya diam namun orang-orang bodoh terus mencaci maki Nabi Sulaiman a.s. sampai akhirnya Allah menurunkan ayat ini. (Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 Hal 742)

Kelima, pembelaan Allah bahwa walaupun Nabi Sulaiman a.s. mampu memerintah binatang dan jin tidak berarti ia mengerjakan sihir. Karena kemampuan Nabi Sulaiman a.s. tersebut sebagai mukjizat yang diberikan Allah SWT. Sedangkan manusia lain, tidak mampu melakukan itu semua kecuali harus melakukan ilmu sihir. Disini perlu ketelitian dan kejernihan dari para pembaca sekalian. Persoalan ini sama dengan perbedaan antara tukang sihir Fir’aun dengan Mukjizat Nabi Musa a.s. Keduanya sama-sama melakukan keajaiban. Tukang sihir Fir’aun mengubah tali menjadi ular. Sedangkan Nabi Musa a.s. mengubah tongkat menjadi ular. Namun tukang sihir Fir’aun melakukan dengan ilmu sihir. Yaitu ilusi mata. Bagi orang yang tersihir melihat tali itu adalah ular sedankan yang tidak kena sihir melihat tali itu tetap tali. Sedangkan Nabi Musa a.s. tidak melakukan sihir melainkan yang muncul adalah ular sebenar-benarnya ular dari hasil penciptaan Allah. Dan ini adalah mukjizat. Yang bisa membedakan mana sihir dan mana nyata adalah tukang sihir itu sendiri. Karena di mata tukang sihir, tali itu tetap tali, walaupun di mata orang lain terlihat sebagai ular. Sedangkan tonglat Nabi Musa a.s. di mata tukang sihir benar-benar menjelma menjadi ular. Maka hanya tukah sihir lah yang tahu bahwa ini bukan sihir, dan tongkat itu benar-benar berubah menjadi ular secara penciptaan. Maka tulang sihir Fir’aun pun tersungkur bersujud dan menyatakan beriman kepada Allah, walaupun setelah itu ia harus menghadapi hukuman mati dari Fir’aun.

Jadi keliru jika mengatakan bahwa pada zaman sekarang bisa dilakukan hal-hal ajaib dengan mengambil sandaran dalil kepada riwayat Nabi Sulaiman a.s. Atau mencoba-coba memerintah jin, meminta pertolongan jin atau memelihara jin sebagai khodam dengan beralasan pada riwayat Nabi Sulaiman a.s. Karena yang dilakukan Nabi Sulaiman a.s. adalah mukjizat dari Allah dan tanpa sihir. Sedangkan jka manusia biasa pada zaman sekarang mencoba-coba menyamai apa yang dilakukan Nabi Sulaiman a.s. yaitu memindahkan benda (seperti kejadian berpindahnya kubah masjid di Ambon) hal itu tidak bisa dilakukan kecuali dengan bantuan sihir dan jin kecuali orang-orang yang amat sangat sholeh sehingga mendapat karomah Allah. Sedangkan karomah Allah itu tidak bisa dicapai kecuali dengan kesholehan dan ketaqwaan serta tidak bisa digembar-gemborkan dan ditawar-tawarkan kepada khalayak bahkan kadang tidak bisa diminta melainkan datang dengan sendirinya sebagai pertolongan Allah.

Kembali pada permasalahan Kyai Kanjeng, maka andai kata benar ia dapat menggandakan uang, sebagaiamana dijelaskan oleh Kyai Hasyim Muzadi, niscaya ia (Kyai Kanjeng) tidak membutuhkan mahar (pembayaran uang) dari orang-orang. Karena ia bisa menggandakan uangnya sendiri sampai triliunan. Jika alasannya meminta uang mahar (dari orang lain) karena yang orang lain itulah yang ingin digandakan uangnya,  alasan ini tidak bisa diterima. Karena jika memang benar Kyai Kanjeng bisa menggandakan uangnya, bagikan saja uang yang dia hasilkan kepada orang-orang yang minta uang toh uang dia sendiri tidak akan habis karena bisa digandakan lagi besoknya.

Wallahua’lam.

Leave a comment