NIKAH SIRI DAN NIKAH DIAM-DIAM

NIKAH SIRI DAN NIKAH DIAM-DIAM

Oleh : Abu Akmal Mubarok

Image

Sir itu artinya rahasia. Sebenarnya dalam khazanah syariat islam tak ada istilah nikah siri. Jadi tidak benar bahwa ini adalah salah satu dari jenis jenis pernikahan dalam Islam. Nikah sirri itu konotasi orang berbeda-beda. Ada yang kumpul kebo tanpa akad tanpa diketahui jelas sudah menikah atau belum, maka itu bukan lah nikah tapi zina. Ada juga yang menikah diam-diam tanpa wali tanpa saksi maka itu juga bukan nikah siri tapi nikah bathil yang rusak dan tidak sah secara syariat. Adapun yang hendak kita bahas adalah nikah siri yang terpenuhi rukun2 nikah secara agama, hanya saja tidak tercatat secara administratif oleh negara atau tidak tercatat di KUA dan tidak memiliki buku nikah.

Jika rukun2 nikahnya telah terpenuhi dengan benar, maka nikahnya sah di mata Allah. Sedangkan kumpul kebo dari kaca mata agama, adalah berkumpulnya dua insan yang bukan mahram dalam satu atap / satu rumah tanpa pernah melakukan ijab qabul pernikahan sama sekali atau mungkin saja mereka mengaku melakukan akad nikah namun akad nikah yang fasad seperti nikah mut’ah, tidak memakai wali atau tidak dipenuhi mahar dan saksi. Maka kumpul kebo tidak lain adalah zina.

Jika yakin telah pernah melakukan ijab qabul pernikahan, dengan dinikahkan oleh walinya si wanita atau wali hakim, dan dipenuhi rukun2 lainnya seperti mahar, 2 orang saksi (laki2) maka di mata Allah bukanlah zina dan bukan pula kumpul kebo. Di mata Allah, sah sebagai suami istri. Namun orang di sekitar dan masyarakat siapa yang tahu kalau mereka berdua sudah menikah?

jaman Rasulullah memang  tidak  ada administratif pencatatan nikah. Karena Rasulullah adalah juga kepala negara . Beliau berhak menikahkan dan menceraikan. Agar semua orang tahu maka Rasulullah s.a.w meminta agar menikah itu diramaikan atau dibuat  resepsi walaupun hanya dengan seekor kambing.  Dengan cara ini semua orang  tahu bahwa si fulan telah menikah dengan fulananah. Jika ada masalah dalam perkawinan, maka orang akan mendatangi Rasulullah untuk meminta keputusan hukum.

Namun perlu dipahami bahwa penduduk Madinah ketika itu tidak banyak orang dan satu sama lain saling mengenal. Jika ada yang menikah, orang pasti tahu dan jika ada yang bercerai orang pun tahu. Ada kalanya mereka  cukup menceritakan saja kepada Rasulullah s.a.w. bahwa si Fulan telah menikah dengan Fulanah.

Oleh karena itu dalam beberapa kasus, Rasulullah s.a.w. pun tidak tahu jika sesorang telah menikah. Seperti pernikahan Abdurrahman bin Auf. Maka agar masyarakat tahu bahwa seseorang telah menikah, Rasulullah menyuruh umatnya untuk melakukan walimatul nikah (merayakan pernikahan) walauapun hanya dengan hidangan seekora kambing, agar khalayak tahu.

Anas bin Malik ra. bahwa: Nabi saw. melihat pada salah satu bagian tubuh Abdurrahman bin Auf terdapat warna bekas wewangian pengantin. Rasulullah saw. bertanya: Apa ini? Abdurrahman menjawab: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku baru saja menikahi seorang wanita dengan maskawin sebanyak lima dirham emas. Mendengar itu Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: Kalau begitu segera adakan walimah (pesta) walau hanya dengan memotong seekor kambing (H.R. Bukhari)

Demikianlah walaupun menikah secara siri itu sah secara agama, namun tetap disyaratkan untuk menghindari fitnah, agar diramaikan, minimal mengundang sanak saudara dan tetangga dekat agar mereka tahu bahwa kita telah menikah. Tidak dibenarkan nikah siri lalu juga dirahasiakan maka jangan salahkan masyarakat jika mereka tidak tahu dan menyangka kumpul kebo.

Namun walaupun sah secara agama, tetap dianjurkan untuk tercatat secara administrasi negara. Adapun untuk menjelaskan nikah siri VS nikah yang tercatat resmi dalam administrasi negara (alias memiliki buku nikah) maka untuk memudahkan pemahaman saya memakai contoh kasus lain.

Misalnya suatu hari teman Anda datang meminjam uang, Anda telah memberikan uangnya dan telah melakukan menerima ucapan ijab qabul teman Anda bahwa ia menyatakan berhutang. Maka mulai detik itu di mata Allah teman Anda telah berhutang. Namun Anda berdua melakukan transaksi hutang piutang tanpa memakai kwitansi dan tanpa perjanjian di hadapan notaris dll.

Pada hari yang dijanjikan, ternyata teman Anda tidak mengembalikan hutangnya, dan bahkan rumahnya telah pindah dan kabur entah kemana. Anda tidak bisa menuntut di pengadilan atau melapor ke polisi karena tidak ada bukti. Karena secara administrasi hukum positif (hukum manusia) Anda tidak terbukti memberikan hutang pada dia. Kalaupun ada bukti transfer tidak terbukti statusnya sebagai hutang, bisa saja uang itu memang Anda berikan sebagai hadiah.

Dalam kasus di atas secara agama dan dimata Allah sampai hari kiamat pun, dan diakhirat nanti teman Anda itu tetap berhutang dan Anda sebagai pihak yang menghutangi dia. Insya Allah hutang itu tetap di tagih di Mahkamah Allah kelak. Namun di dunia dan dalam urusan dengan manusia di dunia, Anda harus menerima dan mengikhlaskan uang itu hilang.

Demikian pula sama hal nya dengan nikah siri, secara agama dan di mata Allah kedua manusia  itu telah sah sebagai suami istri dan tidak berzina. Namun anda semua hidup di dunia dan berurusan sementara ini dengan sesama manusia. Maka sepanjang tidak ada apa-apa ya tidak apa-apa. Namun suatu ketika nanti jika terjadi penyimpangan agama maupun kezhaliman, siapa yang bisa menyelesaikan? Misalnya si wanita diceraikan oleh suaminya, namun tidak dikembalikan maharnya, atau suaminya tidak memberi nafkah sekian lama, nafkah lahir batin diabaikan, menghilang sekian bulan, sedangkan diceraikan juga tidak. Demikian pula ketika anaknya butuh mengurus akta kelahiran untuk sekolah, atau ketika suaminya meninggal dan istrinya dan anaknya berhak mendapatkan harta warisan, namun tidak ada yang tahu bahwa mereka sudah menikah dan sudah punya anak. Dan banyak kerepotan lain terkait muamalah dengan sesama manusia. Jika masing2 pihak sadar dengan resiko dan kerepotan ini kemudian rela atau bersedia menerima saja jika terjadi kesulitan, ya itu terserah pada masing2 pribadi yang menjalaninya.

Wallahua’lam

4 thoughts on “NIKAH SIRI DAN NIKAH DIAM-DIAM

  1. Amir says:

    Assalamualaikum ki,..saya mau minta selusi mengenai istri saya dan anak
    saya.masalahnya,saya bekerja di luar negri dan saya menafkahi istri saya 10
    juta/bln bahkan lebih dari itu.selama ini kalau saya pergi bekerja ke luar
    negri istri saya juga pergi bekerja di cafe tampa seijin saya,padahal saya
    sudah larang dia bekerja karena anak saya perlu di rawat ma ibunya sendiri
    tapi dia tadak memperdulikan saya.dan saya sudah berusaha membujuk dia agar
    dia berhenti bekerja tapi dia tidak memperdulikan,bahkan sekarang anak saya
    malah di titipkan sama saudaranya di jawa lalu dia pergi ke jakarta bekerja
    dan saya sudah mlrang dia tapi dia tidak perduli.kami awalnya menikah sirih
    dan punya anak perempuan satu umur 8 thn,sekarang saya sudah habis
    kesabaran dan saya punya planing kalau pulang ke indonesia saya mau ambil
    anak saya karena dia tidak mau dengar kalau saya melarang dia kerja di cafe.
    skrang apakah saya bisa ambil anak saya walaupun ibunya tidak mau kasih..?
    dan apakah saya di benarkan kalau saya ambil anak saya secara paksa karena
    masalahnya kalau begini terus saya hawatir anak saya nanti tidak terurus
    baik dengan ibunya.sedangkan saya sudah kasih nafkah cukup buat ibunya tapi
    dia masih kerja tampa seizin saya.saya sudah membujuk dia tapi masih
    dilakukan sampai sekarang.
    saya mohon selusinya ki,..

    by rudy.

  2. putri says:

    1.Bagamana hukumnya jika pihak wanita tsb di nikahkan oleh wali hakim, tetap wali sahnya tidak ada yang tau mengenai pernikahan siri tsb. Padahal mereka tinggal di kota yang sama.

    2. Apakah sah pernikahan tsb. jika satu saksi adalah wanita, satu saksi pria?

  3. m.misbah says:

    sahkah nikah siri pkai sakti satu

  4. m.misbah says:

    sahkah nikah siri pkai sakti satu

Leave a comment